Dunia industri yang semakin pesat berubah, telah memunculkan konsekuensi secara langsung pada peningkatan persaingan antar perusahaan. Sementara masyarakat konsumen mulai beralih menjadi masyarakat yang semakin kritis sehingga menimbulkan semakin tingginya tuntutan untuk mendapatkan produk atau jasa yang berkualitas.
Schnaars (1991) menyatakan bahwa pada dasarnya tujuan dari sebuah bisnis adalah menciptakan para pelanggan yang puas. Komitmen akan kualitas jasa yang berorientasi pada pelanggan merupakan salah satu faktor utama dalam menunjang keberhasilan suatu bisnis, terutama pada industri jasa. Hal ini disebabkan kualitas jasa sangat tergantung dari siapa dan bagaimana jasa tersebut diberikan. Karena keberhasikan dari suatu industri jasa sangat tergantung dari penilaian konsumen, maka merupakan hal yang sangat penting untuk memperhatikan kepuasan dari konsumen.
Salah satu alat yang dapat digunakan untuk mengendalikan kualitas serta untuk meningkatkan kualitas pelayanan jasa adalah Six Sigma. Six Sigma adalah suatu alat manajemen yang terfokus terhadap pengendalian kualitas dengan mendalami sistem produksi perushaan secara keseluruhan. Memiliki tujuan untuk menghilangkan cacat produksi, memangkas waktu pembuatan produk, dan menghilangkan biaya. Six sigma juga disebut sistem komprehensif (maksudnya adalah strategi, disiplin ilmu, dan alat untuk mencapai dan mendukung efektivitas bisnis). Six sigma disebut sebagai strategi karena terfokus pada peningkatan kepuasan pelanggan, disebut disiplin ilmu karena mengikuti model formal, yaitu DMAIC (Define, Measure, Analyze, Improve, Control) dan alat karena digunakan bersamaan dengan yang lainnya, seperti Diagram Pareto (Pareto Chart) dan histogram. Kesuksesan peningkatan kualitas dan kinerja bisnis tergantung dari kemampuan untuk mengidentifikasi dan memecahkan masalah. Kemampuan ini adalah hal fundamental dalam filosofi six sigma.
Carl Frederick Gauss (1777-1885) adalah orang yang pertama kali memperkenalkan konsep kurva normal dalam bidang statistik. Konsep ini kemudian dikembangkan oleh Walter Shewart pada tahun 1920 yang menjelaskan bahwa 3 sigma dari nilai rata-rata (mean) mengindikasikan perlunya perbaikan dalan sebuah proses.
Pada akhir tahun 1970, Dr. Mikel Harry, seorang insinyur senior pada Motorola's Goverment Electronics Group (GEC) memulai percobaan untuk melakukan problem solving dengan menggunakan analisa statistik. Dengan menggunakan cara tersebut, GEC mulai menunjukkan peningkatan yang dramatis, produk didesain dan diproduksi elbih cepat dengan biaya yang lebih murah. Metode tersebut kemudian ia tuliskan dalam sebuah makalah berjudul "The Strategic Vision for Accelerating Six Sigma Within Motorola", Dr. Mike Harri kemudian dibantu oleh Richard Shroeder, mantan eksekutif Motorola, menyusun suatu konsep perubahan manajemen (change management) yang didasarkan pada data. Hasil dari kerja sama tersebut adalah sebuah alat pengukuran kualitas yang sederhana dan kemudian menjadi filosofi kemajuan bisnis yang dikenal dengan nama Six Sigma.
Banyak usaha telah dirumuskan para pakar manajemen kualitas untuk mendefinisikan kualitas jasa atau pelayanan, agar dapat didesain, dikendalikan, dan dikelola sebagaimana halnya dengan kualitas barang. Secara konseptual, Lean Six Sigma dapat diterapkan baik pada barang maupun jasa karena yang ditekankan dalam penerapan Lean Six Sigma adalah perbaikan sistem kualitas melalui menghilangkan setiap pemborosan (waste) yang ada dalam proses agar meningkatkan nilai tambah dan memberikan kepuasan kepada pelanggan. Dengan demikian, yang perlu diperhatikan dalam pengembangan sistem kualitas yang terdiri dari desain dan perencanaan sistem kualitas, pengendalian sistem kualitas, dan pengembangan sistem kualitas.
Sumber:
http://immajfeuh.org/implementation-of-six-sigma-in-service-industry/
Schnaars (1991) menyatakan bahwa pada dasarnya tujuan dari sebuah bisnis adalah menciptakan para pelanggan yang puas. Komitmen akan kualitas jasa yang berorientasi pada pelanggan merupakan salah satu faktor utama dalam menunjang keberhasilan suatu bisnis, terutama pada industri jasa. Hal ini disebabkan kualitas jasa sangat tergantung dari siapa dan bagaimana jasa tersebut diberikan. Karena keberhasikan dari suatu industri jasa sangat tergantung dari penilaian konsumen, maka merupakan hal yang sangat penting untuk memperhatikan kepuasan dari konsumen.
Salah satu alat yang dapat digunakan untuk mengendalikan kualitas serta untuk meningkatkan kualitas pelayanan jasa adalah Six Sigma. Six Sigma adalah suatu alat manajemen yang terfokus terhadap pengendalian kualitas dengan mendalami sistem produksi perushaan secara keseluruhan. Memiliki tujuan untuk menghilangkan cacat produksi, memangkas waktu pembuatan produk, dan menghilangkan biaya. Six sigma juga disebut sistem komprehensif (maksudnya adalah strategi, disiplin ilmu, dan alat untuk mencapai dan mendukung efektivitas bisnis). Six sigma disebut sebagai strategi karena terfokus pada peningkatan kepuasan pelanggan, disebut disiplin ilmu karena mengikuti model formal, yaitu DMAIC (Define, Measure, Analyze, Improve, Control) dan alat karena digunakan bersamaan dengan yang lainnya, seperti Diagram Pareto (Pareto Chart) dan histogram. Kesuksesan peningkatan kualitas dan kinerja bisnis tergantung dari kemampuan untuk mengidentifikasi dan memecahkan masalah. Kemampuan ini adalah hal fundamental dalam filosofi six sigma.
Carl Frederick Gauss (1777-1885) adalah orang yang pertama kali memperkenalkan konsep kurva normal dalam bidang statistik. Konsep ini kemudian dikembangkan oleh Walter Shewart pada tahun 1920 yang menjelaskan bahwa 3 sigma dari nilai rata-rata (mean) mengindikasikan perlunya perbaikan dalan sebuah proses.
Pada akhir tahun 1970, Dr. Mikel Harry, seorang insinyur senior pada Motorola's Goverment Electronics Group (GEC) memulai percobaan untuk melakukan problem solving dengan menggunakan analisa statistik. Dengan menggunakan cara tersebut, GEC mulai menunjukkan peningkatan yang dramatis, produk didesain dan diproduksi elbih cepat dengan biaya yang lebih murah. Metode tersebut kemudian ia tuliskan dalam sebuah makalah berjudul "The Strategic Vision for Accelerating Six Sigma Within Motorola", Dr. Mike Harri kemudian dibantu oleh Richard Shroeder, mantan eksekutif Motorola, menyusun suatu konsep perubahan manajemen (change management) yang didasarkan pada data. Hasil dari kerja sama tersebut adalah sebuah alat pengukuran kualitas yang sederhana dan kemudian menjadi filosofi kemajuan bisnis yang dikenal dengan nama Six Sigma.
Banyak usaha telah dirumuskan para pakar manajemen kualitas untuk mendefinisikan kualitas jasa atau pelayanan, agar dapat didesain, dikendalikan, dan dikelola sebagaimana halnya dengan kualitas barang. Secara konseptual, Lean Six Sigma dapat diterapkan baik pada barang maupun jasa karena yang ditekankan dalam penerapan Lean Six Sigma adalah perbaikan sistem kualitas melalui menghilangkan setiap pemborosan (waste) yang ada dalam proses agar meningkatkan nilai tambah dan memberikan kepuasan kepada pelanggan. Dengan demikian, yang perlu diperhatikan dalam pengembangan sistem kualitas yang terdiri dari desain dan perencanaan sistem kualitas, pengendalian sistem kualitas, dan pengembangan sistem kualitas.
Sumber:
http://immajfeuh.org/implementation-of-six-sigma-in-service-industry/