Assalamu alaikum wr. wb.
Pada kesempatan kali ini, saya akan memberikan informasi tentang Gerakan 30 September atau bisa dikenal dengan sebutan G30S/PKI. Silahkan disimak
Dua Versi G30S/PKI
Sebagai warga Negara Indonesia, tentunya kita mengetahui beberapa sejarah penting yang telah terjadi pada saat sebelum dan sesudah kemerdekaan Indonesia, salah satu sejarah yang masih kita ingat dan diperbincangkan adalah gerakan pemberontakan tanggal 30 September sampai 1 Oktober tahun 1965 yang melibatkan anggota Partai Komunis Indonesia atau biasa kita sebut G30 S/PKI. Ada 2 versi dari kisah G30 S/PKI ini, versi pertama tujuan gerakan adalah ingin mengkudeta Bung Karno dan mengubah Indonesia menjadi Negara komunis sementara versi kedua adalah ingin menghentikan Dewan Jendral yang ingin menurunkan Bung Karno dari kursi presiden. Entah yang mana yang sesuai fakta tapi saya mengambil dari beberapa sumber yang saya baca serta saya diskusikan tapi saya mengajak penulis untuk memilih sesuai dengan kepercayaan dan pemahaman masing-masing, maka dari itu saya akan membahas kedua versi G30 S/PKI ini.
Sebelum terjadi persitiwa G30S/PKI, tercatat bahwa Partai Komunis Indonesia sebagai salah satu partai komunis terbesar di dunia selain partai komunis yang ada di Uni Soviet maupun Cina (Tiongkok) dengan anggotanya mencapai 20 juta anggota yang terdiri dari anggota aktif yang mencapai angka lebih dari 3.5 juta orang, 3 juta anggota dari pergerakan pemuda, 3,5 juta anggota dari kalangan pergerakan buruh, 9 juta anggota dari kalangan pergerakan petani, serta beberapa anggota dari beberapa kalangan seperti pergerakan wanita, organisasi penulis, dan organisasi sarjana.
Pertama, tujuan G30 S/PKI dimana ingin mengkudeta Bung Karno dan mengubah Indonesia menjadi Negara Komunis. Jika dilihat dari tujuannya sudah tidak asing lagi bagi kita yang membacanya, baik di buku mata pelajaran Sejarah, surat kabar, film, maupun informasi di media sosial, karena alasan inilah yang paling banyak muncul di kalangan masyarakat. Kalau kita menelusuri tujuan pertama ini berawal dari PKI yang ingin berencana menggulingkan Bung Karno dari kursi kepresidenan dan mengubah Indonesia menjadi Negara Komunis dengan Dipa Nusantara Aidit memberikan hasutan-hasutan kepada rakyat Indonesia untuk menjadi Indonesia sebagai “Negara Yang Lebih Maju”.
PKI memulai aksinya dengan menyebarkan isu bahwa Dewan Jendral pada Angkatan Darat (TNI-AD) yang mempersiapkan kudeta pada Bung Karno dan terjadilah perselisihan antara PKI-TNIAD. Mendekati tanggal 30 September 1965, berbedak kabar bahwa Bung Karno sakit keras dan saat itu Aidit dikabarkan memanggil tim dokter dari Cina untuk memeriksa Bung karno namun di sisi lain Aidit mengatakan bahwa Bung karno hanya masuk angin. Mendengar kabar bahwa Dewan Jendral mengambil ancang-ancang untuk mengkudeta Bung Karno, sebelum tanggal 30 Septermber 1965, atau lebih tepatnya tanggal 28 September 1965, PKI lewat rapat polik biro Aidit memutuskan untuk melakukan pergerakan yang dipimpin oleh Letnal Kolonel Untung, perwira yang dekat dengan PKI. Gerakan berdarah ini berjalan di Jakarta dan Yogyakarta dengan membidik para Dewan Jendral dan perwira tinggi. Aksi brutal ini mencatat 7 jendral besar dan beserta keluarganya, bahkan mereka yang sudah terbunuh dan di buang ke Lubang Buaya masih ditembaki oleh para pemberontak PKI.
Pasca peristiwa berdarah tersebut, rakyat menuntut Bung Karno untuk segera menangkap para pelaku pembunuh para jendral dan segara membubarkan PKI dan dengan terpaksa Bung Karno harus membubarkan PKI. Bung Karno kemudian mmerintahkan Mayor Jendral Soeharto untuk membersihkan pengaruh PKI dari pemerintahan dan dan perintah tersebut bernama Surat Perintah Sebelas Maret (SUPERSEMAR) pada tanggal 11 Maret 1966.
Tujuan yang kedua sangatlah berbeda dengan tujuan pertama yaitu ingin menghentikan Dewan Jendral yang ingin menurunkan Bung Karno dari kursi presiden. Dilihat dari tujuan ini, ada beberapa referensi yang menuliskan tetang bagaimana upaya PKI menghalangi Dewan Jendral untuk mengkudeta Bung Karno salah satunya dalih Pembunuhan Massal oleh John Rossa yang kini bukunya termasuk daftar buku yang dilarang beredar di Indonesia, entah apa alasan mengapa buku ini dilarang beredar. Berawal dari PKI yang mengetahui bahwa Dewan Jendral akan mengkudeta Bung Karno, behembus kabar bahwa ada beberapa jendral yang menolak sistem pemerintahan Bung Karno saat itu. Mendengar kabar tersebut, PKI langsung merencanakan strategi penculikan pada Dewan Jendral yang dimana beranggotakan para jendral besar karena jika Dewa Jendral berhasil maka posisi PKI akan terancam.
Pada tanggal 30 September 1965 pukul 04:00, pemberontakan pun dimulai, para anggota PKI yang dipimpin langusng oleh Letnan Kolonel Untung melakukan penculikan di rumah beberapa jendral yang diketahui bergabung dalam Dewan Jendral, selain itu mereka juga membunuh anggota keluarga jendral salah satunya putri dari Jendral Abdul Haris Nasution, Ade Irma Suryani Nasution, yang ditembak mati di rumahnya. Para jendral kemudian dibawa ke Lubang Buaya dan disana menunggu para anggota PKI yang lain untuk “menghakimi” mereka. Aksi ini kemudian diketahui oleh Bung Karno dan memerintahkan Soeharto untuk menangkap para anggota pembunuh Dewan Jendral. Sebelumnya Soeharto sudah mengetahui bahwa PKI ingin menyerang Dewan Jendral maka dari itu Soeharto membiarkan anggota PKI menyerang Dewan Jendral. Entah apa yg dibenak mantan presiden kedua RI ini sehingga “berpura-pura” tidak mengetahui aksi pembantaian ini. Pada tanggal 1 Oktober 1965, hanya membutuhkan sekitar beberapa jam saja, Soeharto dan para antek-anteknya berhasil menangkap dan membunuh para anggota PKI yang terlibat pada aksi pembantaian itu. Ketujuh jasad jendral baru ditemukan pada tanggal 3 Oktober 1965 dan baru dikebumikan secara mikiter pada tanggal 5 Oktober 1965
Ahmad Yani "Seharusnya" Presiden Kedua
Tidak banyak yang mengetahui bahwa sebenarnya Bung Karno telah memilih presiden kedua sebelum masanya berakhir, dia memilih soerang jendral besar yang tangguh dan masih muda, yaitu Letnan Jendral Ahmad Yani. Bung Karno pernah mengutarakan kepada Letnan Jendral Ahmad Yani sebelum peristiwa G30S/PKI, lebih tepatnya 2 bulan kejadian tragis itu, bahwa beliau akan mengangkat jendral muda tersebut menjadi presiden kedua ketika Bung Karno sudah tiada. Letnan Jendral Ahmad Yani pun sontak kaget dan tidak percaya karna dia telah diamanahkan sebuah tanggung jawab besar yang akan dipikulnya nanti. Sang istri, Yayu Rulia Sutowiryo Ahmad Yani, dan anak-anaknya, Rully Yani, Elina Yani, Yuni Yani dan Edi Yani, sudah mengetahui kabar tersebut dari sang jendral tapi beliau menghimbau para anggota keluarganya untuk tidak terlebih dahulu menyebarluaskan kabar tersebut. Menurut Yuni Yani, anak ke-6 Letnan Jendral Ahmad Yani, berita baik ini dia dan anggota keluarganya dengar dari ajudan ayahnya dan ajudannya memberi isyarat agar melakukan persiapan untuk pindah ke Istana Negara. Namun sang istri, Yayuk Ruliah Ahmad Yani, membuat sebuah ramalan bahwa suaminya tidak akan menjadi presiden dan ramalan itu benar terjadi,
belum sempat menggantikan Bung Karno, Letnan Jendral Ahmad Yani ditembak mati oleh anggota PKI dihadapan anak-anaknya.
Dendam Soeharto
Beberapa sejarah mengatakan bahwa hubungan antara Jendral Soeharto dan Letnan Jendral Ahmad Yani memang kurang harmonis. Dikatakan dalam sebuah buku, bahwa Jendral Soeharto iri terhadap Letnan Jendral Ahmad Yani yang menjadi jendral besar pada usia muda, yaitu pada umur 40 tahun. Selain itu, Jendral Soeharto pernah ditangkap oleh Letnan Jendral Ahmad Yani saat menjalani bisnis peniti dan ban. Selain itu, presiden kedua RI ini juga membenci beberapa perwira di Dewan Jendral, seperti Jendral MT. Haryono dan DI. Pandjaitan.
Untung dan Soeharto
Ada isu mengatakan bahwa Jendral Soeharto punya kedekatakan dengan komandan pembantai Dewan Jendral, Letkol Untung. Memang isu ini kurang terpantau karena hanya sebagian kecil yang mengetahuinya. Terlebih profil sang komandan pembantai ini sangat sedikit yang diketahui. Awal hubungan Letkol Untung dan Jendral Soeharto terjalin sejak operasi pembebasan Irian Barata pada tanggal 14 Agustus 1962, kala itu Untung terlibat dalam operasi ini yang dinamakan Operasi Mandala dan memimpin kelompok pasukan kecil di hutan belantara Kaimana. Hubungan kedua jendral ini semakin santer dibicarakan, pasalnya Jendral Soeharto dan sang istri menghadiri pesta pernikahan Untung di sebuah desa kecil di Kebumen, Jawa Tengah.
Aidit, Tokoh di Balik G30S/PKI
Siapa yang tidak kenal dengan Dipa Nusantara Aidit atau biasa dikenal dengan nama DN. Aidit adalah salah satu sosok penting dalam PKI, pasalnya dia adalah ketua dari Partai Komunis Indonesia (PKI). Dia adala orang yang memprakarsai gerakan pembantaian 30 September 1965 dengan mengutus Letkol Untung sebagai komandan dalam pembataian sadis ini. Dia juga merupakan orang dekat Bung Karno. Dalam buku putih G30S/PKI yang diterbitkan oleh Sekretariat Negara tahun 1994, dijelaskan bahwa Aidit menyatakan untuk melakukan gerakan merebut kekuasaan harus dimulai jika tidak mau didahului oleh Dewan Jendral. Menurut Risuke Hayashi, koresponden koran Jepang berbahasa Inggris yang terbit di Tokyo, Asahi Evening News, mengatakan Aidit pernah membuat pengakuan sebanyak 50 lembar.
Dilansir oleh Asahi Evening News, Aidit mengaku sebagai penanggung jawab tertinggi pada peristiwa G30S/PKI dan alasan pemberontakan ini dilandaskan oleh ketidakpuasan para anggota PKI tentang sistem yang dibawa oleh Bung Karno. Pada tanggal 22 November 1965, Senin malam, Aidit ditangkap di Desa Sambeng, Solo, Jawa Tengah, dan esok paginya ia ditembak mati.
Itulah beberapa fakta di balik G30S/PKI, jika masih masih ada informasi yang kurang silahkan cantumkan di kolom komentar.
Wassalamu Alaikum wr. wb.
Sumber:
http://id.m.wikipedia.org/wiki/Gerakan_30_September
http://beritabulukumba.com/51325/sejarah-singkat-peristiwa-g30spki
Kumpulan Kisah Tokoh-Tokoh G30S/PKI oleh nyamuklagi.multiply.com
Fakta Di Balik G30S/PKI oleh Wiant Dalila Azka Putri Pratama
Pada kesempatan kali ini, saya akan memberikan informasi tentang Gerakan 30 September atau bisa dikenal dengan sebutan G30S/PKI. Silahkan disimak
Dua Versi G30S/PKI
(7 Jendral yang Dibunuh Sadis oleh Anggota PKI. Sumber: suratkabar.id)
Sebagai warga Negara Indonesia, tentunya kita mengetahui beberapa sejarah penting yang telah terjadi pada saat sebelum dan sesudah kemerdekaan Indonesia, salah satu sejarah yang masih kita ingat dan diperbincangkan adalah gerakan pemberontakan tanggal 30 September sampai 1 Oktober tahun 1965 yang melibatkan anggota Partai Komunis Indonesia atau biasa kita sebut G30 S/PKI. Ada 2 versi dari kisah G30 S/PKI ini, versi pertama tujuan gerakan adalah ingin mengkudeta Bung Karno dan mengubah Indonesia menjadi Negara komunis sementara versi kedua adalah ingin menghentikan Dewan Jendral yang ingin menurunkan Bung Karno dari kursi presiden. Entah yang mana yang sesuai fakta tapi saya mengambil dari beberapa sumber yang saya baca serta saya diskusikan tapi saya mengajak penulis untuk memilih sesuai dengan kepercayaan dan pemahaman masing-masing, maka dari itu saya akan membahas kedua versi G30 S/PKI ini.
Sebelum terjadi persitiwa G30S/PKI, tercatat bahwa Partai Komunis Indonesia sebagai salah satu partai komunis terbesar di dunia selain partai komunis yang ada di Uni Soviet maupun Cina (Tiongkok) dengan anggotanya mencapai 20 juta anggota yang terdiri dari anggota aktif yang mencapai angka lebih dari 3.5 juta orang, 3 juta anggota dari pergerakan pemuda, 3,5 juta anggota dari kalangan pergerakan buruh, 9 juta anggota dari kalangan pergerakan petani, serta beberapa anggota dari beberapa kalangan seperti pergerakan wanita, organisasi penulis, dan organisasi sarjana.
Pertama, tujuan G30 S/PKI dimana ingin mengkudeta Bung Karno dan mengubah Indonesia menjadi Negara Komunis. Jika dilihat dari tujuannya sudah tidak asing lagi bagi kita yang membacanya, baik di buku mata pelajaran Sejarah, surat kabar, film, maupun informasi di media sosial, karena alasan inilah yang paling banyak muncul di kalangan masyarakat. Kalau kita menelusuri tujuan pertama ini berawal dari PKI yang ingin berencana menggulingkan Bung Karno dari kursi kepresidenan dan mengubah Indonesia menjadi Negara Komunis dengan Dipa Nusantara Aidit memberikan hasutan-hasutan kepada rakyat Indonesia untuk menjadi Indonesia sebagai “Negara Yang Lebih Maju”.
PKI memulai aksinya dengan menyebarkan isu bahwa Dewan Jendral pada Angkatan Darat (TNI-AD) yang mempersiapkan kudeta pada Bung Karno dan terjadilah perselisihan antara PKI-TNIAD. Mendekati tanggal 30 September 1965, berbedak kabar bahwa Bung Karno sakit keras dan saat itu Aidit dikabarkan memanggil tim dokter dari Cina untuk memeriksa Bung karno namun di sisi lain Aidit mengatakan bahwa Bung karno hanya masuk angin. Mendengar kabar bahwa Dewan Jendral mengambil ancang-ancang untuk mengkudeta Bung Karno, sebelum tanggal 30 Septermber 1965, atau lebih tepatnya tanggal 28 September 1965, PKI lewat rapat polik biro Aidit memutuskan untuk melakukan pergerakan yang dipimpin oleh Letnal Kolonel Untung, perwira yang dekat dengan PKI. Gerakan berdarah ini berjalan di Jakarta dan Yogyakarta dengan membidik para Dewan Jendral dan perwira tinggi. Aksi brutal ini mencatat 7 jendral besar dan beserta keluarganya, bahkan mereka yang sudah terbunuh dan di buang ke Lubang Buaya masih ditembaki oleh para pemberontak PKI.
Pasca peristiwa berdarah tersebut, rakyat menuntut Bung Karno untuk segera menangkap para pelaku pembunuh para jendral dan segara membubarkan PKI dan dengan terpaksa Bung Karno harus membubarkan PKI. Bung Karno kemudian mmerintahkan Mayor Jendral Soeharto untuk membersihkan pengaruh PKI dari pemerintahan dan dan perintah tersebut bernama Surat Perintah Sebelas Maret (SUPERSEMAR) pada tanggal 11 Maret 1966.
Tujuan yang kedua sangatlah berbeda dengan tujuan pertama yaitu ingin menghentikan Dewan Jendral yang ingin menurunkan Bung Karno dari kursi presiden. Dilihat dari tujuan ini, ada beberapa referensi yang menuliskan tetang bagaimana upaya PKI menghalangi Dewan Jendral untuk mengkudeta Bung Karno salah satunya dalih Pembunuhan Massal oleh John Rossa yang kini bukunya termasuk daftar buku yang dilarang beredar di Indonesia, entah apa alasan mengapa buku ini dilarang beredar. Berawal dari PKI yang mengetahui bahwa Dewan Jendral akan mengkudeta Bung Karno, behembus kabar bahwa ada beberapa jendral yang menolak sistem pemerintahan Bung Karno saat itu. Mendengar kabar tersebut, PKI langsung merencanakan strategi penculikan pada Dewan Jendral yang dimana beranggotakan para jendral besar karena jika Dewa Jendral berhasil maka posisi PKI akan terancam.
Pada tanggal 30 September 1965 pukul 04:00, pemberontakan pun dimulai, para anggota PKI yang dipimpin langusng oleh Letnan Kolonel Untung melakukan penculikan di rumah beberapa jendral yang diketahui bergabung dalam Dewan Jendral, selain itu mereka juga membunuh anggota keluarga jendral salah satunya putri dari Jendral Abdul Haris Nasution, Ade Irma Suryani Nasution, yang ditembak mati di rumahnya. Para jendral kemudian dibawa ke Lubang Buaya dan disana menunggu para anggota PKI yang lain untuk “menghakimi” mereka. Aksi ini kemudian diketahui oleh Bung Karno dan memerintahkan Soeharto untuk menangkap para anggota pembunuh Dewan Jendral. Sebelumnya Soeharto sudah mengetahui bahwa PKI ingin menyerang Dewan Jendral maka dari itu Soeharto membiarkan anggota PKI menyerang Dewan Jendral. Entah apa yg dibenak mantan presiden kedua RI ini sehingga “berpura-pura” tidak mengetahui aksi pembantaian ini. Pada tanggal 1 Oktober 1965, hanya membutuhkan sekitar beberapa jam saja, Soeharto dan para antek-anteknya berhasil menangkap dan membunuh para anggota PKI yang terlibat pada aksi pembantaian itu. Ketujuh jasad jendral baru ditemukan pada tanggal 3 Oktober 1965 dan baru dikebumikan secara mikiter pada tanggal 5 Oktober 1965
Ahmad Yani "Seharusnya" Presiden Kedua
(Sumber: wikipedia)
Tidak banyak yang mengetahui bahwa sebenarnya Bung Karno telah memilih presiden kedua sebelum masanya berakhir, dia memilih soerang jendral besar yang tangguh dan masih muda, yaitu Letnan Jendral Ahmad Yani. Bung Karno pernah mengutarakan kepada Letnan Jendral Ahmad Yani sebelum peristiwa G30S/PKI, lebih tepatnya 2 bulan kejadian tragis itu, bahwa beliau akan mengangkat jendral muda tersebut menjadi presiden kedua ketika Bung Karno sudah tiada. Letnan Jendral Ahmad Yani pun sontak kaget dan tidak percaya karna dia telah diamanahkan sebuah tanggung jawab besar yang akan dipikulnya nanti. Sang istri, Yayu Rulia Sutowiryo Ahmad Yani, dan anak-anaknya, Rully Yani, Elina Yani, Yuni Yani dan Edi Yani, sudah mengetahui kabar tersebut dari sang jendral tapi beliau menghimbau para anggota keluarganya untuk tidak terlebih dahulu menyebarluaskan kabar tersebut. Menurut Yuni Yani, anak ke-6 Letnan Jendral Ahmad Yani, berita baik ini dia dan anggota keluarganya dengar dari ajudan ayahnya dan ajudannya memberi isyarat agar melakukan persiapan untuk pindah ke Istana Negara. Namun sang istri, Yayuk Ruliah Ahmad Yani, membuat sebuah ramalan bahwa suaminya tidak akan menjadi presiden dan ramalan itu benar terjadi,
belum sempat menggantikan Bung Karno, Letnan Jendral Ahmad Yani ditembak mati oleh anggota PKI dihadapan anak-anaknya.
Dendam Soeharto
(Sumber: merahputih.com)
Beberapa sejarah mengatakan bahwa hubungan antara Jendral Soeharto dan Letnan Jendral Ahmad Yani memang kurang harmonis. Dikatakan dalam sebuah buku, bahwa Jendral Soeharto iri terhadap Letnan Jendral Ahmad Yani yang menjadi jendral besar pada usia muda, yaitu pada umur 40 tahun. Selain itu, Jendral Soeharto pernah ditangkap oleh Letnan Jendral Ahmad Yani saat menjalani bisnis peniti dan ban. Selain itu, presiden kedua RI ini juga membenci beberapa perwira di Dewan Jendral, seperti Jendral MT. Haryono dan DI. Pandjaitan.
Untung dan Soeharto
(Jendral Soeharto (kiri) dan Letkol Untung (kanan). Sumber: merdeka.com)
Ada isu mengatakan bahwa Jendral Soeharto punya kedekatakan dengan komandan pembantai Dewan Jendral, Letkol Untung. Memang isu ini kurang terpantau karena hanya sebagian kecil yang mengetahuinya. Terlebih profil sang komandan pembantai ini sangat sedikit yang diketahui. Awal hubungan Letkol Untung dan Jendral Soeharto terjalin sejak operasi pembebasan Irian Barata pada tanggal 14 Agustus 1962, kala itu Untung terlibat dalam operasi ini yang dinamakan Operasi Mandala dan memimpin kelompok pasukan kecil di hutan belantara Kaimana. Hubungan kedua jendral ini semakin santer dibicarakan, pasalnya Jendral Soeharto dan sang istri menghadiri pesta pernikahan Untung di sebuah desa kecil di Kebumen, Jawa Tengah.
Aidit, Tokoh di Balik G30S/PKI
(DN. Aidit orasi di atas mimbar. Sumber: beritabulukumba.com)
Siapa yang tidak kenal dengan Dipa Nusantara Aidit atau biasa dikenal dengan nama DN. Aidit adalah salah satu sosok penting dalam PKI, pasalnya dia adalah ketua dari Partai Komunis Indonesia (PKI). Dia adala orang yang memprakarsai gerakan pembantaian 30 September 1965 dengan mengutus Letkol Untung sebagai komandan dalam pembataian sadis ini. Dia juga merupakan orang dekat Bung Karno. Dalam buku putih G30S/PKI yang diterbitkan oleh Sekretariat Negara tahun 1994, dijelaskan bahwa Aidit menyatakan untuk melakukan gerakan merebut kekuasaan harus dimulai jika tidak mau didahului oleh Dewan Jendral. Menurut Risuke Hayashi, koresponden koran Jepang berbahasa Inggris yang terbit di Tokyo, Asahi Evening News, mengatakan Aidit pernah membuat pengakuan sebanyak 50 lembar.
Dilansir oleh Asahi Evening News, Aidit mengaku sebagai penanggung jawab tertinggi pada peristiwa G30S/PKI dan alasan pemberontakan ini dilandaskan oleh ketidakpuasan para anggota PKI tentang sistem yang dibawa oleh Bung Karno. Pada tanggal 22 November 1965, Senin malam, Aidit ditangkap di Desa Sambeng, Solo, Jawa Tengah, dan esok paginya ia ditembak mati.
Itulah beberapa fakta di balik G30S/PKI, jika masih masih ada informasi yang kurang silahkan cantumkan di kolom komentar.
Wassalamu Alaikum wr. wb.
Sumber:
http://id.m.wikipedia.org/wiki/Gerakan_30_September
http://beritabulukumba.com/51325/sejarah-singkat-peristiwa-g30spki
Kumpulan Kisah Tokoh-Tokoh G30S/PKI oleh nyamuklagi.multiply.com
Fakta Di Balik G30S/PKI oleh Wiant Dalila Azka Putri Pratama